Khutbah Jumat: Mengapa Amal Baik Bisa Tak Bernilai? Waspadai Ujub dan Riya dalam Ibadah

Khutbah I:
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ ٱلصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تُشْرِقُ ٱلْقُلُوبُ بِٱلنُّورِ وَٱلْهِدَايَةِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ ٱلْمُلْكُ وَلَهُ ٱلْـحَمْدُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ٱللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَن تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا ٱلنَّاسُ، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى ٱللَّهِ، فَإِنَّهَا وَصِيَّةُ ٱللَّهِ لِلْأَوَّلِينَ وَٱلْآخِرِينَ، قَالَ ٱللَّهُ تَعَالَىٰ: وَلَقَدْ وَصَّيْنَا ٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ ٱتَّقُوا ٱللَّهَ
Jamaah Jumat yang Dirahmati Allah,
Saya berwasiat kepada diri saya pribadi dan kepada jamaah sekalian, marilah kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Takwa yang membuahkan ketaatan lahir dan batin, dalam setiap aspek kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنََ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr: 18)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan khutbah yang mulia ini, mari kita renungkan satu hakikat penting dalam kehidupan seorang hamba, yakni bahwa segala kebaikan yang kita lakukan sejatinya bukan berasal dari diri kita, melainkan karena pertolongan dan rahmat dari Allah ﷻ.
Kita mungkin rajin salat, puasa, sedekah, bahkan aktif dalam berbagai kegiatan dakwah. Tapi, jangan sampai hati kita merasa seolah-olah semua itu adalah hasil usaha dan kekuatan kita sendiri. Jangan sampai kita mengira bahwa karena kita sudah berbuat baik, maka kita pasti termasuk orang saleh. Jangan-jangan, itu semua hanya jasad amal tanpa ruh — karena kita lupa bahwa taufik dan hidayah itu milik Allah, bukan hasil dari kepintaran atau kekuatan kita.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Seorang ulama besar, Ibn ‘Aṭāillāh as-Sakandarī dalam kitab Al-Ḥikam berkata:
أَعْمَالُكَ صُورَةٌ ظَاهِرَةٌ، وَسِرُّ الرُّبُوبِيَّةِ فِيهَا رُوحُهَا
“Amalmu itu hanyalah bentuk lahiriah, dan yang menjadi ruhnya adalah rahasia rububiyah (yakni pertolongan dan taufik dari Allah).”
Ini artinya, salat kita, puasa kita, zikir kita, semuanya hanyalah gerakan yang terlihat. Yang membuatnya bernilai di sisi Allah adalah keikhlasan kita, taufik-Nya, dan penerimaan dari-Nya. Tanpa itu, amal ibadah kita seperti jasad tanpa ruh — bergerak, tetapi tidak hidup. Allah ﷻ berfirman dalam surah An-Nur ayat 21:
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا ۖ وَلَـٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Jika bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian akan bersih selamanya. Tetapi Allah-lah yang menyucikan siapa yang Dia kehendaki.”
Ayat ini menegaskan, bahkan untuk menjadi orang baik pun, kita butuh izin dan pertolongan dari Allah. Maka, jangan pernah bangga dengan amal kita, dan jangan meremehkan orang lain yang mungkin belum tampak baik di mata kita.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Rasulullah ﷺ juga telah memberi peringatan yang sangat jelas. Beliau bersabda:
قالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: لَنْ يَدْخُلَ أَحَدٌ مِنْكُمُ الْجَنَّةَ بِعَمَلِهِ» قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak seorang pun dari kalian yang akan masuk surga karena amalnya.” Para sahabat bertanya: “Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak juga aku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim)
Subhanallah… Seorang Nabi yang paling taat, paling jujur, paling suci — bahkan beliau merasa tidak cukup hanya mengandalkan amal. Lalu siapa kita, yang masih banyak lalai, masih banyak maksiat, tapi sering merasa sudah cukup hanya dengan shalat lima waktu?
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Salah satu penyakit hati yang sangat halus namun berbahaya adalah ‘ujub, yaitu merasa bangga dengan amal ibadah sendiri. Ujub sering kali datang diam-diam, menyusup ke dalam hati seseorang yang rajin beribadah, hingga ia merasa bahwa dirinya lebih baik dari orang lain. Padahal, ujub adalah racun dalam amal, yang bisa menghapus pahala dan menjadikan seseorang terhalang dari rahmat Allah.
‘Ujub itu ibarat api dalam sekam — amal yang tampak indah dari luar bisa jadi hangus dari dalam karena kesombongan yang tidak terasa. Kita mungkin mengira telah banyak berbuat untuk Allah, padahal Allah sama sekali tidak membutuhkan amal kita. Sebaliknya, kita lah yang butuh rahmat dan ampunan-Nya. Ibnu-Qayyim rahimahullah berkata:
قَدْ يَعْمَلُ الْعَبْدُ ذَنْبًا فَيَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ، وَيَعْمَلُ الطَّاعَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ
“Boleh jadi seorang hamba melakukan dosa, tetapi karena dia menyesal dan bertaubat, ia masuk surga. Dan boleh jadi seseorang beramal baik, tetapi karena dia bangga diri dan meremehkan orang lain, justru masuk neraka.”
Jamaah yang dirahmati Allah,
Agar kita terhindar dari penyakit ujub dan merasa hebat, maka setiap selesai beramal, perbanyaklah membaca istighfar. Ingat bahwa kita tidak akan bisa sujud kalau bukan karena Allah yang mengizinkan. Kita tidak akan bisa sedekah kalau bukan karena Allah yang melembutkan hati dan memberi rezeki.
Nabi SAW mengajarkan do’a yang sangat sederhana namun penuh makna:
اللَّهُمَّ لَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
“Ya Allah, jangan Engkau serahkan diriku kepada diriku sendiri walau sekejap mata.”
Doa ini menunjukkan bahwa kita tidak mampu apa-apa tanpa pertolongan-Nya. Jangan sampai kita merasa sudah cukup hanya karena kita beramal. Tapi mintalah terus agar amal itu diterima, dan agar kita tidak menjadi hamba yang tertipu oleh amal kita sendiri.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Jangan pernah tertipu oleh amal sendiri. Marilah jaga hati dengan tawadhu’, bersihkan niat, dan perbanyak istighfar setelah beramal. Semoga Allah menerima amal kita, menjauhkan kita dari sifat ujub, dan menetapkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan rendah hati. Aaminn Yaa Rabbal ‘Alaminn.